Jumat, 01 Mei 2015

Sabar sebagai Penolong

Tulisan ini Dimuat di Majalah Gontor Edisi November 2014





Oleh Wiyanto Suud
Alumni KMI Gontor 2000


اِصْبِرْ عَلَي مَضَضِ الْحَسُوْدِ # فَإِنَّ صَبْرَكَ قَاتِلُهُ
النَّارُ تَأْكُلُ نَفْسَهَا # إِنْ لَمْ تَجِدْ مَا تَأْكُلُهُ

Bersabarlah atas perlakuan pendengki
Sungguh, kesabaranmu akan memadamkan kedengkian itu

Ketahuilah, api itu akan melahap dirinya,
kalau tak menemukan sesuatu yang bisa dilahapnya

Secara bahasa, sabar berarti menahan (al-habsu). Makna ini sama dengan makna kata imsak, namun cakupannya lebih luas: berkaitan dengan fisik dan psikis, jasmani dan rohani. Jasmani berkaitan dengan kelaparan, kekurangan harta dan buah-buahan, sedangkan rohani berkaitan dengan kekurangan jiwa atau penyakit hati (QS. al-Baqarah [2]: 155).
Dalam al-Qu’ran, kata sabar didefinisikan dengan kata-kata yang sangat sederhana, sabar itu lebih baik bagi kamu (QS. an- Nahl [16]: 126). Kenapa sabar itu lebih baik? Karena menghindarkan dari perbuatan yang sia-sia. Misalnya, fenomena tawuran di kalangan pelajar. Tawuran ini biasanya dipicu oleh hal-hal yang sepele.
Padahal kalau kita menahan diri dan bersabar, kita bisa terhindar dari perbuatan sia-sia itu. Dalam khazanah peribahasa Indonesia disebut, “Yang menang jadi arang yang kalah jadi abu.” Artinya, kedua belah pihak tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari tawuran tersebut.
Karena itu, Islam memerintahkan untuk meminta pertolongan kepada sabar. “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS. al-Baqarah [2]: 45)
Menurut Ibnu Jarir, redaksi ayat ini untuk memperingatkan Bani Israel, namun yang dimaksud bukan mereka semata, berlaku umum untuk umat manusia, khususnya kaum muslimin. Menurut Ibnul-Mubarak, sabar adalah pengakuan hamba atas apa yang menimpanya, dan mengharapkan ridha Allah semata. Ia bertahan dengan gigih dengan menguatkan diri, dan tidak terlihat darinya kecuali kesabaran.
Dengan demikian, tidak ada orang yang bisa disebut sabar, jika sikapnya menolak atau mengelak berdiri bersama permasalahan yang tidak mengenakkan di hati. Orang yang sabar selalu memancarkan kehangatan bagi orang lain karena ia senantiasa pasrah kepada Allah dalam kondisi apa pun.
Ali bin Abi Thalib mengumpamakan keutamaan sabar bagi keimanan seseorang itu bagaikan tubuh, dan sabar adalah kepalanya. Ia mengatakan, “Sabar bagi keimanan laksana kepala dalam tubuh. Apabila kesabaran telah lenyap maka lenyap pulalah keimanan.” (HR. Baihaqi)
Meski secara sanad atsar ini dinilai lemah, namun secara makna bisa diterima. Karena cakupan sabar yang demikian luas: sabar dalam menaati perintah Allah (shabru ala tha’ah), sabar dari hal-hal yang dilarang atau haramkan Allah (shabru ‘an maksiah), dan sabar terhadap takdir Allah—baik dan buruknya (shabru ala musibah).
Pertanyaannya, kenapa kita minta tolong pada perbuatan? Biasanya kalau kita minta tolong kepada orang, bukan ke perbuatan? Kalau memang bisa menjadi penolong, kapan kesabaran itu menjadi penolong bagi kita?
Dalam mahfuzhat di atas mengajarkan kepada kita cara untuk menghadapi para pendengki, yakni dengan bersabar. Karena kesabaran itulah yang secara otomatis memutus tali jaring-jaring kedengkian. Kesabaran itu diperumpamakan seperti api, kalau tidak ada yang dibakar, secara otomatis api itu akan padam degan sendirinya.
Dalam bahasa al-Qur’an, dengki ini didefinisikan: susah dengan kebahagiaan orang lain, dan senang dengan kesedihan orang lain. Sederhananya, menari-nari di atas penderitaan orang lain. “Jika kamu memperoleh kebaikan, mereka bersedih hati. Tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 120)
Dalam al-Qur’an ada istilah sabar yang baik, “Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik” (QS. al-Ma’aarij [70]: 5). Oleh karena itu, marilah kita senantiasa berlatih untuk bersabar, yakni komitmen sebagai seorang hamba untuk selalu mengikuti apa yang diperintahkan Allah SWT. Inilah yang disebut sabar ma'allah, tingkatan sabar yang paling tinggi dan paling sulit. Dan Allah selalu bersama dengan orang-orang yang sabar (QS. al-Baqarah [2]: 153).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar