Tulisan ini Dimuat di Majalah Gontor Edisi November 2014
Oleh Wiyanto Suud
Alumni KMI Gontor 2000
اِصْبِرْ عَلَي مَضَضِ الْحَسُوْدِ # فَإِنَّ صَبْرَكَ
قَاتِلُهُ
النَّارُ تَأْكُلُ نَفْسَهَا # إِنْ لَمْ تَجِدْ
مَا تَأْكُلُهُ
Bersabarlah atas
perlakuan pendengki
Sungguh,
kesabaranmu akan memadamkan kedengkian itu
Ketahuilah, api
itu akan melahap dirinya,
kalau tak
menemukan sesuatu yang bisa dilahapnya
Secara bahasa,
sabar berarti menahan (al-habsu). Makna ini sama dengan makna kata imsak,
namun cakupannya lebih luas: berkaitan dengan fisik dan psikis, jasmani dan
rohani. Jasmani berkaitan dengan kelaparan, kekurangan harta dan buah-buahan,
sedangkan rohani berkaitan dengan kekurangan jiwa atau penyakit hati (QS. al-Baqarah
[2]: 155).
Dalam
al-Qu’ran, kata sabar didefinisikan dengan kata-kata yang sangat sederhana, sabar
itu lebih baik bagi kamu (QS. an- Nahl [16]: 126). Kenapa sabar itu lebih baik?
Karena menghindarkan dari perbuatan yang sia-sia. Misalnya, fenomena tawuran di
kalangan pelajar. Tawuran ini biasanya dipicu oleh hal-hal yang sepele.
Padahal kalau
kita menahan diri dan bersabar, kita bisa terhindar dari perbuatan sia-sia itu.
Dalam khazanah peribahasa Indonesia disebut, “Yang menang jadi arang yang kalah
jadi abu.” Artinya, kedua belah pihak tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari
tawuran tersebut.
Karena itu, Islam
memerintahkan untuk meminta pertolongan kepada sabar. “Jadikanlah sabar dan
shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat,
kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS. al-Baqarah [2]: 45)
Menurut Ibnu
Jarir, redaksi ayat ini untuk memperingatkan Bani Israel, namun yang dimaksud
bukan mereka semata, berlaku umum untuk umat manusia, khususnya kaum muslimin. Menurut
Ibnul-Mubarak, sabar adalah pengakuan hamba atas apa yang menimpanya, dan mengharapkan
ridha Allah semata. Ia bertahan dengan gigih dengan menguatkan diri, dan tidak
terlihat darinya kecuali kesabaran.
Dengan demikian,
tidak ada orang yang bisa disebut sabar, jika sikapnya menolak atau mengelak
berdiri bersama permasalahan yang tidak mengenakkan di hati. Orang yang sabar
selalu memancarkan kehangatan bagi orang lain karena ia senantiasa pasrah kepada
Allah dalam kondisi apa pun.
Ali bin Abi Thalib
mengumpamakan keutamaan sabar bagi keimanan seseorang itu bagaikan tubuh, dan
sabar adalah kepalanya. Ia mengatakan, “Sabar bagi keimanan laksana kepala
dalam tubuh. Apabila kesabaran telah lenyap maka lenyap pulalah keimanan.” (HR.
Baihaqi)
Meski secara sanad
atsar ini dinilai lemah, namun secara makna bisa diterima. Karena cakupan
sabar yang demikian luas: sabar dalam menaati perintah Allah (shabru ala
tha’ah), sabar dari hal-hal yang dilarang atau haramkan Allah (shabru
‘an maksiah), dan sabar terhadap takdir Allah—baik dan buruknya (shabru ala musibah).
Pertanyaannya,
kenapa kita minta tolong pada perbuatan? Biasanya kalau kita minta tolong kepada
orang, bukan ke perbuatan? Kalau memang bisa menjadi penolong, kapan kesabaran
itu menjadi penolong bagi kita?
Dalam mahfuzhat di
atas mengajarkan kepada kita cara untuk menghadapi para pendengki, yakni dengan
bersabar. Karena kesabaran itulah yang secara otomatis memutus tali jaring-jaring
kedengkian. Kesabaran itu diperumpamakan seperti api, kalau tidak ada yang dibakar,
secara otomatis api itu akan padam degan sendirinya.
Dalam bahasa al-Qur’an, dengki ini
didefinisikan: susah dengan kebahagiaan orang lain, dan senang dengan kesedihan
orang lain. Sederhananya, menari-nari di atas penderitaan orang lain. “Jika
kamu memperoleh kebaikan, mereka bersedih hati. Tetapi jika kamu mendapat
bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya
tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu.” (QS.
Ali ‘Imran [3]: 120)
Dalam al-Qur’an
ada istilah sabar yang baik, “Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik”
(QS. al-Ma’aarij [70]: 5). Oleh karena itu, marilah kita senantiasa berlatih untuk
bersabar, yakni komitmen sebagai seorang hamba untuk selalu mengikuti apa yang diperintahkan
Allah SWT. Inilah yang disebut sabar ma'allah, tingkatan sabar yang
paling tinggi dan paling sulit. Dan Allah selalu bersama dengan orang-orang
yang sabar (QS. al-Baqarah [2]: 153).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar