Jumat, 01 Mei 2015

Manusia Seperti Bintang

Tulisan ini Dimuat di Majalah Gontor Edisi April 2014





Oleh Wiyanto Suud

Alumni KMI Gontor 2000



تَوَاضَعْ تَكُنْ كَالنَّجْمِ لَاحَ لِنَاظِرٍ  # عَلَي صَفَحَاتِ الْمَاءِ وَ هُوَ رَفِيْعٌ

وَ لَا تَكُنْ كَالدُّخَانِ يَعْلُو بنفسه #  إِلَى طَبَقَاتِ الْجَوِّ وَهُوَ وَضِيْعٌ




Rendah hatilah! Jadilah seperti bintang!

Terlihat rendah di atas permukaan air, tetapi sejatinya tinggi.
 

Jangan seperti asap yang terbang meninggi ke langit,

namun kemudian hilang tak berbekas.



Secara sederhana, rendah hati (tawadhu’) dapat diartikan sebagai sikap tidak merasa lebih dibandingkan orang lain. Hasan al-Bashri pernah berkata, “Tahukah kalian apa itu rendah hati? Rendah hati adalah engkau keluar dari rumahmu, tidaklah bertemu dengan seorang muslim, melainkan engkau merasa bahwa ia lebih mulia darimu.”

Sikap rendah hati ini sangat diperlukan bagi siapa saja yang ingin menjaga setiap tindak-tanduk dan perilakunya agar tetap ikhlas hanya untuk Allah SWT. Karena memang tidak mudah menjaga keikhlasan dalam beramal, apalagi ketika pujian dan ketenaran mulai datang menghampiri kita.

Untuk itu, kita harus tahu tanda-tanda kerendah-hatian. Setidaknya ada empat tanda tawadhu’. Pertama, tunduk dan patuh kepada kebenaran. Kedua, menghormati orang lain dan menghargai kedudukannya. Ketiga, sederhana dalam hidup, suka membantu, dan tidak terlalu lepas kendali. Keempat, lemah lembut terhadap sesama.

Dalam sebuah bait mahfuzhat disebutkan, perumpamaan orang yang memiliki sikap rendah hati itu seperti bintang yang terlihat di atas permukaan air, padahal sejatinya tinggi. Selain matahari, benda langit yang terdiri atas gas menyala itu biasanya tampak pada malam hari berkelipan di angkasa.

Bintang-bintang ini menjadi sumber cahaya dan sumber kehidupan. Makna kiasnya, cahaya adalah simbol pencerahan dan kesadaran bagi umat manusia. Artinya, orang yang memiliki sifat rendah hati menjadi simbol sekaligus sumber pencerahan dan kesadaran bagi orang lain.

Dalam kitab Daqaiqul Akhbar disebutkan, makhluk pertama yang diciptakan Allah SWT adalah nur (cahaya) Muhammad. Dari situlah kemudian tercipta alam semesta dan isinya. Di dunia barat dikenal dengan teori big bang. Bahkan, satuan untuk mengukur jarak antarplanet dan antargalaksi pun menggunakan satuan cahaya. Karena sampai saat ini belum ada kecepatan yang melebihi kecepatan cahaya.

Coba Anda bayangkan ketika malam hari tiba, langit cerah dan dipenuhi bintang-bintang. Ketika itu, Anda duduk di tepi danau yang tenang. Anda bisa menyaksikan keindahan langit tercermin di atas permukaan air danau. Ia tampak memesona seolah dekat di pelupuk mata. Padahal, ia berjarak jutaan tahun cahaya.

Lawan dari rendah hati adalah sombong (takabbur). Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim). Dalam mahfuzhat, orang yang sombong ini diperumpamakan seperti asap yang terbang meninggi ke langit, kemudian hilang tak berbekas, sirna sia-sia.

Imam al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumuddin mengutip perkataan Abu Ali Ahmad bin Ashim al-Anthaki atau lebih dikenal dengan Ahmad al-Anthaki, “Sikap rendah hati (tawadhu’) yang paling bermanfaat adalah yang dapat mengikis kesombongan dalam dirimu dan dapat memadamkan api amarahmu.”

Yang dimaksud amarah di sini adalah merasa berhak mendapatkan lebih dari semestinya diperoleh atau merasa berjasa sehingga membuatnya membanggakan diri. Karena itu, tepat kiranya prinsip yang diajarkan Pondok Modern Gontor, “Berjasalah, tapi jangan minta jasa.”

Selama ini mungkin kita sering mendengar tentang filosofi padi, semakin berisi semakin merunduk rendah hati. Sebaliknya, kita sering mendengar ungkapan, “Air beriak tanda tak dalam.” Artinya, orang yang banyak omong dan sombong, biasanya memiliki kadar keilmuan yang tidak mendalam.

Jadi, rendah hati merupakan sikap yang menunjukkan kematangan ilmu dan pengalaman hidup. Namun bukan berarti orang yang tidak berilmu tidak bisa bersikap rendah hati, karena rendah hati adalah kunci untuk membuka pintu-pintu kebaikan lainnya. Bisa dibilang, rendah hati adalah mahkota kemanusiaan.

Berdasarkan mahfuzhat di atas, kita bisa menggunakan istilah manusia bintang dan manusia asap. Semoga kita termasuk manusia bintang (manusia yang memiliki sikap kerendah-hatian), bukan manusia asap (orang yang memiliki sikap kesombongan). Urwah bin al-Warid berkata, “Rendah hati adalah salah satu jalan menuju kemuliaan. Setiap nikmat pasti ada yang merasa iri, kecuali sikap rendah hati.” Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar